Category Archives: Penyakit Seksual

Cara yang (mungkin) aman saat berhubungan seks dengan PSK

Metode yang paling aman agar terhindar dari infeksi menular seksual adalah saling setia terhadap pasangan. Namun, jika anda masih merasa kurang dalam memperoleh “kepuasan dan kenikmatan”, berikut merupakan rekomendasi perilaku seks yang bisa meminimalisir resiko-resiko dalam mencari kepuasan dan kenikmatan di luar rumah.

  • Hindari kontak dengan cairan tubuh pasangan dan dengan lesi genital yang terlihat.
  • Jangan pernah mencium/melumat bibir pasangan anda yang beresiko terjadinya transfer cairan tubuh melalui air liur.
  • Selalu gunakan kondom untuk seks vagina, anal ataupun oral.
  • Gunakan penghalang (misalnya, lembaran lateks, rubber dam , kondom) selama seks oral dan anal.
  • Jangan pernah menggunakan peralatan mandi yang sama yang digunakan oleh pasangan kita.
  • Jika seks dibarengi dengan mengkonsumsi minuman keras, pastikan menggunakan gelas tersendiri.

Ingat !!!
Meskipun anda sudah mempersiapkan diri semaksimal mungkin, cara-cara di atas bukanlah suatu jaminan agar anda terhindar dari Infeksi Menular Seksual. Sekali lagi, untuk membentengi anda dari hal-hal yang tidak diinginkan adalah saling setia pada pasangan masing-masing.

Pelacur

Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).

Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil. Di Indonesia pelacur sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli (dipotong rambutnya) bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena didakwa melanggar tindak pidana ringan. Pekerjaan melacur atau (men)nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Resiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat dan penyebaran Penyakit menular seksual, seperti AIDS yang merupakan resiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.

Pandangan terhadap pelacuran
Di beberapa bagian negara, pelacuran dilegalkan dan diatur sedemikian rupa. Hingga menjadi suatu “industri” yang di manage dengan baik. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.

Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.

Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat “selokan yang menyalurkan air yang kotor dan berbau busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya.”

Pandangan yang negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya para pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.
Berbagai macam alasan yang mendorong mereka melakukan praktek prostitusi. Beberapa di antaranya adalah, karena uang (alasan utama), kesenangan, dan “terpaksa atau dipaksa”.
“Sebagian besar” dari mereka (perspektif penulis) justru menikmati profesinya sebagai pelacur. Itulah yang menyebabkan mereka sulit untuk berhenti menekuni prostitusi tersebut. Mereka akan berhenti karena “dipaksa” oleh usia dan atau munculnya mesin prostitusi baru yang lebih muda dan sensual.

AIDS

Penderita AIDS

Penderita AIDS

penderita AIDS

penderita AIDS

penderita AIDS

penderita AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Gejala dan komplikasi
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Penyakit paru-paru utama
Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites.

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi lebih dini, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.

Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik.

Kanker dan tumor ganas (malignan)
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).

Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt’s lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt’s-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia (Human Papiloma Virus)

Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

Penyebab
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.

Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.

Orang yang sebelumnya sudah terinfeksi penyakit kelamin (gonorrhea, klamidia, dll) meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal.

Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antar orang.

Kontaminasi patogen melalui darah
Alur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.

Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi”.

Sistem tahapan infeksi WHO
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.

Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.

Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:

Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.

Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.

Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu.

Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.

jangan bawa virus HIV ke dalam rumah kita

jangan bawa virus HIV ke dalam rumah kita

HIV

Pita Merah

Pita Merah

Penderita HIV

Penderita HIV

Peradangan Wajah

Peradangan Wajah

Penderita HIV

Penderita HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus yang dalam bahasa Indonesia berarti Virus imunodifisiensi manusia adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.

Sejarah
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari Perancis berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati. Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus). Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.

Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III. Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.

Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2. Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda. Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung. Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut.

Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam sub-spesies simpanse. Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty mangabey, spesies monyet yang terdapat di negara Guinea-Bissau.

Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen, flesibel dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2. Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.

Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan O. Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda. Sementara pada kelompok N dan O belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang tergabung di dalamnya. Namun, kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse. HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.

Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang sama, maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (bahasa Inggris: circulating recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV yang berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru. Bentuk rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat, kemudian rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara. Dari seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan oleh subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya berasal dari subtipe dan CRF lain.

Struktur dan Materi Genetik
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.

Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.

Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb. Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).

Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.

Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel. Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang

Deteksi Dini HIV
Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu

  • Tes PCR
  • Tes antibodi HIV
  • Tes antigen HIV.

Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia. Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT). PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus. Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif. Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi. Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.

Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat. Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Tes antibodi HIV akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urin. Sejak tahun 2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji (test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna ungu kemerahan. Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA. Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot.

Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi. Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah. Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal. Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV terbentuk.

Penularan dan Pencegahan.
HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau jaringan yang terluka/lesi dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke janin (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan.

Hubungan seksual
Menurut data WHO, pada tahun 1983-1995, sebanyak 70-80% penularan HIV dilakukan melalui hubungan heteroseksual, sedangkan 5-10% terjadi melalui hubungan homoseksual. Kontak seksual melalui vagina dan anal memiliki resiko yang lebih besar untuk menularkan HIV dibandingkan dengan kontak seks secara oral. Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko penularan melalui hubungan seksual adalah kehadiran penyakit menular seksual, kuantitas beban virus, penggunaan douche. Seseorang yang menderita penyakit menular seksual lain (contohnya: sifilis, herpes genitali, kencing nanah, dsb.) akan lebih mudah menerima dan menularkan HIV kepada orang lain yang berhubungan seksual dengannya. Pada rentang waktu penularan tersebut, beberapa orang hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak sama sekali. Penggunaan douche dapat meningkatkan resiko penularan HIV karena menghancurkan bakteri baik di sekitar vagina dan anus yang memiliki fungsi proteksi. Selain itu, penggunaan douche setelah berhubungan seksual dapat menekan bakteri penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan infeksi.

Pencegahan HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom dengan benar. Cara pencegahan lainnya adalah dengan melakukan hubungan seks tanpa menimbulkan paparan cairan tubuh. Untuk menurunkan beban virus di dalam saluran kelamin dan darah, dapat digunakan terapi anti-retroviral.

Penularan Dri Ibu ke Janin/Anak (transmisi perinatal).
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui infeksi in utero, saat proses persalinan, dan melaui pemberian ASI. Beberapa faktor maternal dan eksternal lainnya dapat mempengaruhi transmisi HIV ke bayi, di antaranya banyaknya virus dan sel imun pada trisemester pertama, kelahiran prematur, dan lain-lain. Penurunan sel imun (CD4+) pada ibu dan tingginya RNA virus dapat meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke anak. Selain itu, sebuah studi pada wanita hamil di Malawi dan AS juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko infeksi HIV. Risiko penularan perinatal dapat dihambat dengan melakukan persalinan secara caesar, tidak memberikan ASI, dan pemberian AZT pada masa akhir kehamilan dan setelah kelahiran bayi. Di sebagian negara berkembang, pencegahan pemberian ASI dari penderita HIV/AIDS kepada bayi menghadapi kesulitan karena harga susu formula sebagai pengganti relatif mahal. Selain itu, para ibu juga harus memiliki akses ke air bersih dan memahami cara mempersiapan susu formula yang tepat.

Cara penularan yang Lain
Cara efektif lain untuk penyebaran virus ini adalah melalui penggunaan jarum atau alat suntik yang terkontaminasi, terutama di negara-negara yang kesulitan dalam sterilisasi alat kesehatan. Bagi pengguna obat intravena (dimasukkan melalui pembuluh darah), HIV dapat dicegah dengan menggunakan jarum dan alat suntik yang bersih dan steril. Penularan HIV melalui transplantasi dan transfusi hanya menjadi penyebab sebagian kecil kasus HIV di dunia (3-5%). Hal ini pun dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan produk darah dan transplan sebelum didonorkan dan menghindari donor yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV.

Penularan dari pasien ke petugas kesehatan yang merawatnya juga sangat jarang terjadi (< 0.0001% dari keseluruhan kasus di dunia). Hal ini dikarenakan dunia medis ataupun tenaga medis memiliki Standard Operasioal Prosedur., pemakaian pakaian pelindung, sarung tangan, dan pembuangan alat dan bahan yang telah terkontaminasi sesuai dengan ketentuan . Pada tahun 2005, sempat diusulkan untuk melakukan sunat dalam rangka pencegahan HIV. Namun menurut WHO, tindakan pencegahan tersebut masih terlalu awal untuk direkomendasikan.

Penularan atau tidakan preventid
Ada beberapa jalur penularan yang ditakutkan dapat menyebarkan HIV, yaitu melalui ludah, gigitan nyamuk, dan kontak sehari-hari (berjabat tangan, terekspos batuk dan bersin dari penderita HIV, menggunakan toilet dan alat makan bersama, berpelukan). Namun, CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa aktivitas tersebut tidak mengakibatkan penularan HIV. Beberapa aktivitas lain yang sangat jarang menyebabkan penularan HIV adalah melalui gigitan manusia dan beberapa tipe ciuman tertentu.

Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktik menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana.

Neonatal Herpes Simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

Infeksi neonatal herpes simplex

tampilan neonatal herpes simplex dalam pembesaran optik

tampilan neonatal herpes simplex dalam pembesaran optik

Neonatal herpes simpleks adalah suatu kondisi yang jarang namun serius, biasanya disebabkan oleh penularan virus herpes simpleks dari ibu ke bayi baru lahir

Sebagian besar kasus (85%) terjadi pada saat melahirkan. Sewaktu bayi di dalam jalan lahir, terjadi kontak dengan cairan vagina yang terinfeksi, yang paling umum dengan ibu yang baru terkena virus (ibu yang memiliki virus sebelum kehamilan memiliki risiko lebih rendah transmisi), 5% estimasi terinfeksi dalam kandungan, dan sekitar 10% kasus diperoleh postnatal. Deteksi dan pencegahan sulit karena transmisi asimtomatik pada 60% – 98% kasus.

Epidemiologi

Tingkat penderita Neonatal HSV di AS diperkirakan antara 1 dari 3.000 dan 1 dari 20.000 kelahiran hidup. Sekitar 22% wanita hamil di AS memiliki paparan sebelumnya terhadap HSV-2, dan sebesar 2% tambahan mendapatkan virus selama kehamilan, mencerminkan tingkat infeksi HSV-2 pada populasi umum. Risiko penularan pada bayi baru lahir adalah 30-57% dalam kasus di mana ibu mengakuisisi infeksi primer pada trimester ketiga kehamilan. Risiko penularan oleh seorang ibu dengan antibodi yang ada untuk kedua HSV-1 dan HSV-2 memiliki tingkat (% 1-3) transmisi jauh lebih rendah. Ini sebagian disebabkan oleh pengalihan signifikan titer antibodi ibu pelindung janin dari sekitar bulan ketujuh kehamilan. Namun, penumpahan HSV-1 dari kedua infeksi genital primer dan reactivations dikaitkan dengan transmisi yang lebih tinggi dari ibu ke bayi.

HSV-1 herpes neonatal sangat jarang terjadi di negara berkembang karena perkembangan HSV-1 antibodi spesifik biasanya terjadi pada masa kecil atau remaja, menghalangi sebuah HSV-1 genital kemudian infeksi. Infeksi HSV-2 jauh lebih umum di negara tersebut. Di negara-negara industri, zero prevalance HSV-1 remaja telah menurun terus selama 5 dekade terakhir. Hasil peningkatan jumlah perempuan muda menjadi aktif secara seksual sedangkan HSV-1 seronegatif telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan HSV-1 genital herpes tarif, dan sebagai hasilnya, terjadi peningkatan HSV-1 herpes neonatal di negara maju. Tiga tahun terakhir, studi di Kanada (2000-2003) mengungkapkan kejadian HSV neonatal sebesar 5,9 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kasus kematian 15,5%. HSV-1 merupakan penyebab dari 62,5% kasus herpes neonatal dari jenis yang dikenal, dan 98,3% dari transmisi adalah tanpa gejala. kelamin tanpa gejala HSV-1 telah terbukti lebih menular ke neonatus, dan lebih mungkin untuk menghasilkan herpes neonatal, dari HSV-2, Namun, dengan aplikasi yang cepat terapi antivirus, prognosis neonatal HSV-1 infeksi adalah lebih baik dari itu untuk HSV-2.


Herpes neonatal memanifestasikan dirinya dalam tiga bentuk: kulit, mata, dan mulut herpes (SEM) kadang-kadang disebut sebagai “lokal”, disebarluaskan herpes (DIS), dan herpes sistem saraf pusat (SSP).

Herpes SEM ditandai oleh lesi eksternal tetapi tidak ada keterlibatan organ dalam. Lesi cenderung muncul di situs trauma seperti situs lampiran dari elektroda kulit kepala janin, forceps atau vakum extractors yang digunakan selama persalinan, dalam margin mata, nasofaring, dan di daerah yang terkait dengan trauma atau pembedahan (termasuk bersunat) .

Herpes DIS mempengaruhi organ internal, terutama hati.

SSP herpes adalah infeksi sistem saraf dan otak yang dapat menyebabkan ensefalitis. Bayi dengan herpes SSP hadir dengan kejang, tremor, lesu, dan mudah marah, mereka memberi makan buruk, memiliki suhu tidak stabil, dan fontanel mereka (titik lemah tengkorak) terdapat tonjolan.

SSP herpes dikaitkan dengan morbiditas tertinggi, dan herpes DIS memiliki tingkat kematian lebih tinggi. Kategori ini tidak saling eksklusif dan ada sering tumpang tindih dari dua atau lebih jenis. SEM herpes memiliki prognosis terbaik dari tiga, namun, jika tidak diobati dapat berkembang dan disebarluaskan atau herpes SSP dengan peningkatan dalam mortalitas dan morbiditas.

Kematian akibat penyakit HSV neonatal di AS saat ini menurun; Tingkat kematian saat ini adalah sekitar 25%, turun dari setinggi 85% dalam kasus-kasus yang tidak diobati hanya beberapa dekade yang lalu. Komplikasi lain dari herpes neonatal termasuk prematuritas dengan sekitar 50% kasus memiliki kehamilan 38 minggu atau kurang.

Perawatan dan Pengobatan

Penurunan angka kesakitan dan kematian adalah akibat penggunaan pengobatan antiviral seperti asiklovir dan vidarabine. Namun, angka kesakitan dan kematian masih tetap tinggi karena diagnosis DIS dan herpes SSP datang terlambat untukmelkukan administrasi antivirus efektif; diagnosis dini sulit dalam 20-40% dari neonatus yang terinfeksi yang tidak memiliki lesi terlihat. Sebuah penelitian retrospektif baru-baru skala besar menemukan disebarluaskan NHSV paitents paling tidak mungkin untuk mendapatkan penanganan yang tepat waktu, memberikan kontribusi bagi morbiditas tinggi / kematian dalam kelompok itu.

Prinsip Harrison of Internal Medicine, merekomendasikan bahwa wanita hamil dengan lesi herpes kelamin aktif pada saat akan melahiran akan diambil tindakan melalui operasi caesar. Wanita yang herpes tidak aktif dapat dikelola dengan asiklovir. Praktek saat ini adalah untuk memberikan wanita dengan episode infeksi primer atau pertama non primer melalui operasi caesar, dan mereka dengan infeksi recurrent vagina, bahkan dengan adanya lesi karena risiko rendah (1-3%) penularan vertikal yang terkait dengan herpes kambuhan .

Data Source
wikipedia

Herpes Genitalis

herpes genitalis pada vagina

herpes genitalis pada vagina

herpes genitalis pada penis

herpes genitalis pada penis

Herpes genitalis (atau herpes kelamin) mengacu pada infeksi genital oleh virus Herpes simpleks.

Setelah HSV, klasifikasi dibagi menjadi dua kategori yang berbeda dari HSV-1 dan HSV-2 pada tahun 1960, diputuskan bahwa “HSV-2 adalah di bawah pinggang, HSV-1 berada di atas pinggang”. Walaupun herpes kelamin sebagian besar diyakini disebabkan oleh HSV-2, genital HSV-1 infeksi meningkat dan sekarang melebihi 50% pada populasi tertentu, dan bahwa aturan praktis tidak lagi berlaku. HSV diyakini tanpa gejala pada sebagian besar kasus, sehingga membantu penularan dan menghambat penahanan. Ketika gejala , manifestasi klinis khas primer HSV-1 atau HSV-2 infeksi genital cluster dari luka kelamin yang terdiri dari papula meradang dan vesikula pada permukaan luar dari alat kelamin menyerupai luka dingin.

 Ini biasanya muncul 4-7 hari setelah terpapar seksual untuk HSV untuk pertama kalinya. Genital berulang infeksi HSV-1 pada laju sekitar seperenam dari yang dari genital HSV-2. Pada laki-laki, lesi muncul pada kepala penis, batang penis atau bagian lain dari daerah kelamin, di paha, bokong, atau anus. Pada wanita, lesi muncul pada area dekat pubis, labia, klitoris, vulva, pantat atau anus. Gejala umum lainnya termasuk rasa sakit, gatal, dan pembakaran. Jarang terjadi, namun masih umum, gejala meliputi discharge dari penis atau vagina, demam, sakit kepala, nyeri otot (mialgia), kelenjar getah bening bengkak dan membesar serta malaise. Wanita sering mengalami gejala tambahan yang mencakup buang air kecil sakit (disuria) dan cervicitis. Herpetic proctitis (radang anus dan rektum) adalah umum untuk individu yang berpartisipasi dalam hubungan seks dubur. Setelah 2-3 minggu, ada kemajuan lesi menjadi bisul dan kemudian kerak dan menyembuhkan, meskipun lesi pada permukaan mukosa mungkin tidak pernah membentuk kerak. Dalam kasus yang jarang, keterlibatan daerah sakral dari sumsum tulang belakang dapat menyebabkan retensi urin akut dan satu sisi gejala dan tanda-tanda myeloradiculitis (kombinasi dari myelitis dan radikulitis): nyeri, kehilangan sensorik, sensasi abnormal (paresthesia) dan ruam. Secara historis ini telah disebut sindrom Elsberg, meskipun entitas ini tidak didefinisikan secara jelas.

Pengobatan

Penelitian medis tidak mampu menemukan cara untuk menghentikan penyebaran herpes dan jumlah orang yang terinfeksi terus bertambah. Di Amerika Serikat saja, 45 juta orang terinfeksi, dengan satu juta infeksi tambahan baru terjadi setiap tahun.

Selain itu, herpes kelamin dapat ditularkan oleh virus shedding sebelum dan setelah tanda-tanda visual dari gejala. Namun ada beberapa obat yang dapat mempersingkat wabah dan membuat mereka kurang parah atau bahkan menghentikan mereka dari terjadinya infeksi akut. Di antara obat ini adalah: asiklovir, valasiklovir dan famciclovir.

Acyclovir merupakan obat antivirus yang digunakan terhadap virus herpes, varicella-zoster, dan Epstein-Barr Virus. Obat ini mengurangi rasa sakit dan jumlah lesi dalam kasus awal dari herpes genital. Selain itu, menurunkan frekuensi dan keparahan infeksi berulang. Muncul dalam bentuk kapsul, tablet, suspensi, injeksi, bubuk untuk injeksi, dan salep. Salep ini digunakan secara topikal dan mengurangi rasa sakit, mengurangi waktu penyembuhan, dan membatasi penyebaran infeksi.

Valacyclovir juga digunakan untuk mengobati infeksi virus herpes. Setelah di tubuh Anda,Valacyclovir akan menjadi obat anti-herpes, asiklovir. Ini membantu meringankan rasa sakit dan ketidaknyamanan dan luka lebih cepat sembuh. Valacyclovir hanya di produksi dalam bentuk kaplet dan nilai lebih obat ini adalah bahwa ia memiliki durasi yang lebih lama dalam menjalankan aksinya daripada asiklovir.

Famsiklovir merupakan obat antivirus yang termasuk kelas yang sama dari asiklovir dan valasiklovir. Famsiklovir adalah obat yang diubah menjadi penciclovir jika sudah berada didalam tubuh. Obat ini memiliki durasi yang lebih lama dalam menjalankan aksinya daripada asiklovir dan hanya di produksi dalam bentuk tablet.

Baca juga tentang Herpes Genitalis dari blog yang lain disini atau mungkin anda juga perlu mengetahui tentang serangga tomcat yang menyebabkan herpes.

Serangga tomcat

**Data Source
wikipedia

gonorrhea atau kencing nanah

Gonore pada pria

Gonore pada pria

Gonore pada pria

Gonore pada pria

gonorrhea menginfeksi mata

gonorrhea menginfeksi mata

gonorrhea menginfeksi mata bayi yang tertular dari ibunya.

gonorrhea menginfeksi mata bayi yang tertular dari ibunya.

Gonorrhea atau Gonore (juga bahasa sehari-hari dikenal sebagai penyakit kelamin) adalah infeksi menular seksual umum yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae.
Pengobatan umumnya dengan ceftriaxone sebagai resistensi antibiotik telah dikembangkan untuk obat yang sebelumnya banyak digunakan. Pada pria dan wanita, jika gonore tidak diobati, mungkin menyebar secara lokal menyebabkan penyakit radang panggul atau epididimitis atau seluruh tubuh, mempengaruhi sendi dan katup jantung.

Pada tahun 2011, ada laporan dari beberapa penderita gonorrhea menunjukkan resistensi terhadap ceftriaxone.

Gejala dan tanda-tanda

Setengah dari wanita dengan gonore tidak menunjukkan gejala sementara yang lain memiliki keputihan, nyeri perut bagian bawah atau nyeri saat melakukan hubungan seksual. Kebanyakan pria yang terinfeksi memiliki gejala seperti uretritis berkaitan dengan rasa panas saat kencing dan keluarnya cairan dari penis.

Masa inkubasi 2 sampai 30 hari dengan gejala yang paling terlihat, terjadi antara 4-6 hari setelah terinfeksi.

Penyebab

Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Infeksi ini menular dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seks vagina, oral, atau anal. Pria memiliki resiko 20% terkena infeksi dari satu tindakan hubungan seks vagina dengan wanita yang terinfeksi. Risiko bagi pria yang berhubungan seks dengan pria yang lebih tinggi. Wanita memiliki risiko 60-80% untuk mendapatkan infeksi dari satu tindakan hubungan seks vagina dengan seorang pria yang terinfeksi. Seorang ibu dapat mengirimkan gonore untuk bayinya yang baru lahir selama persalinan, ketika mempengaruhi mata bayi, ini disebut sebagai neonatorum Oftalmia. hal ini tidak dapat ditularkan melalui toilet atau kamar mandi.

Diagnosis

Secara tradisional, gonore di diagnosis dengan budaya gram noda dan, namun, polymerase chain reaction baru (PCR) berdasarkan metode pengujian menjadi lebih umum. Dalam budaya mereka yang gagal pengobatan awal harus dilakukan untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Semua orang yang dites positif untuk gonore harus diuji untuk penyakit menular seksual lainnya seperti klamidia, sifilis dan virus human immunodeficiency

Screening atau uji Lab

Amerika Serikat Preventive Services Task Force merekomendasikan skrining untuk gonore pada wanita berisiko tinggi terkena infeksi yang mencakup semua wanita aktif seksual lebih muda dari 25 tahun. Hal ini tidak dianjurkan pada pria tanpa gejala atau wanita risiko rendah.

Pencegahan

Sedangkan satu-satunya cara pasti untuk mencegah gonore berpantang dari hubungan seksual, risiko infeksi dapat dikurangi secara signifikan dengan menggunakan kondom dengan benar dan dengan memiliki hubungan yang saling monogami dengan orang yang tidak terinfeksi.

Pengobatan

Gonore jika tidak ditangani dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan dengan risiko tinggi komplikasi. Pada 2010, seftriakson injeksi tampaknya menjadi salah satu antibiotik yang efektif sedikit. Karena tingkat peningkatan resistensi antibiotik pola kerentanan daerah perlu dipertimbangkan ketika memutuskan pengobatan. Banyak antibiotik yang dulu efektif termasuk penisilin, tetrasiklin dan fluoroquinolones, kini tidak lagi dianjurkan karena tingginya tingkat resistensi. Kasus resistensi terhadap ceftriaxone telah dilaporkan tetapi masih jarang.

Pada tahun 2011, ada di mana laporan gonore yang memiliki resistensi antibiotik untuk beberapa agen, khusus untuk kedua cefixime dan ceftriaxone.

Dianjurkan bahwa pasangan seksual (pria maupun wanita) diuji dan berpotensi diobati. Salah satu pilihan untuk mengobati pasangan seksual dari orang yang terinfeksi adalah pasien-disampaikan mitra terapi (PDPT) yang melibatkan memberikan resep atau obat kepada orang untuk mengambil untuk pasangannya tanpa dokter pertama memeriksa mereka.

Komplikasi

Salah satu komplikasi gonore adalah penyebaran sistemik yang mengakibatkan kulit atau pustula petechia, septik artritis, meningitis atau endokarditis. Hal ini terjadi di antara 0,6 dan 3,0% wanita dan 0,4 dan 0,7% pria.

Pada pria, peradangan pada epididimis (epididimitis); kelenjar prostat (prostatitis) dan striktur uretra (uretritis) dapat hasil dari gonore yang tidak diobati. Pada wanita, hasil yang paling umum dari gonore yang tidak diobati adalah penyakit radang panggul. Komplikasi lainnya termasuk perihepatitis, komplikasi yang jarang terjadi terkait dengan Fitz-Hugh-Curtis sindrom; artritis septik pada jari-jari, pergelangan tangan, jari kaki, dan pergelangan kaki; aborsi septik; korioamnionitis selama kehamilan; kebutaan neonatal atau dewasa dari konjungtivitis, dan infertilitas.

Neonatus datang melalui jalan lahir diberikan salep eritromisin di mata untuk mencegah kebutaan dari infeksi. Gonore yang mendasari harus diobati, jika ini dilakukan maka biasanya prognosis yang baik akan follow. Diantara orang di Amerika Serikat antara 14 dan 39 tahun, 46% orang dengan infeksi gonorrheal juga memiliki infeksi klamidia.

Epidemiologi

Gonore adalah penyakit menular yang umum. Di Inggris 196 per 100.000 laki-laki 20 sampai 24 tahun, dan 133 per 100.000 perempuan 16 hingga 19 tahun didiagnosis pada tahun 2005. [3] CDC memperkirakan bahwa lebih dari 700.000 orang di Amerika Serikat mendapatkan infeksi baru setiap tahun gonorrheal . Hanya sekitar separuh dari infeksi ini dilaporkan ke CDC. Pada tahun 2004, 330.132 kasus gonore dilaporkan ke CDC. Setelah pelaksanaan program pengendalian gonore nasional di pertengahan 1970-an, tingkat gonore menurun nasional 1975-1997. Setelah peningkatan kecil pada tahun 1998, tingkat gonore telah menurun sedikit sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, angka infeksi gonorrheal dilaporkan adalah 113,5 per 100.000 orang

Di AS, itu adalah kedua yang paling umum infeksi menular seksual bakteri setelah klamidia.

Data Source
wikipedia

Kandidiasis

Kandidiasis atau yang mirip gejala sariawan adalah infeksi jamur (mikosis) dari setiap spesies Candida (semua ragi), dimana Candida albicans adalah yang paling umum. Juga sering disebut sebagai infeksi jamur, kandidiasis juga teknis dikenal sebagai kandidosis, moniliasis, dan oidiomycosis.

Kandidiasis mencakup infeksi yang berkisar dari dangkal, seperti sariawan dan vaginitis, untuk sistemik dan berpotensi mengancam nyawa penyakit. Infeksi Candida dari kategori yang terakhir juga disebut sebagai candidemia dan biasanya terbatas pada orang immunocompromised akut, seperti kanker, transplantasi, dan pasien AIDS serta pasien darurat non trauma operasi.

Infeksi superficial kulit dan membran mukosa oleh Candida menyebabkan peradangan lokal dan ketidaknyamanan yang umum pada populasi manusia banyak. Sementara jelas disebabkan bahwa kehadiran patogen oportunistik genus Candida, kandidiasis menjelaskan sejumlah sindrom penyakit yang berbeda yang sering berbeda dalam menyebabkan mereka dan hasil.

Classification Candidiasis dapat dibagi menjadi jenis berikut:

    1. Oral candidiasis.
    (Mirip gejala sariawan sariawan)

    2. Perlèche.
    (Angular cheilitis/luka dan radang pada tepi kanan atau kiri mulut luar)

    3. Candidal vulvovaginitis.
    (infeksi membran mucous vagina)

    4. Candidal intertrigo.
    (infeksi pada lapisan kulit)

    5. Diaper candidiasis.
    (infeksi di daerah yang tertutup popok)

    6. Congenital cutaneous candidiasis.
    (infeksi pada lapisan kulit bayi yang lahir secara prematur)

    7. Perianal candidiasis.
    (infeksi pada kulit muara anus)

    8. Candidal paronychia.
    (infeksi pada lipatan kuku)

    9. Erosio interdigitalis blastomycetic.
    (infeksi pada kulit jari-jemari)

    10.Chronic mucocutaneous candidia.
    (infeksi kronis pada kuku dan lapisan mukosa kulit)

    11.Systemic candidiasis.
    (infeksi yang menyebar dan menyebabkan keracunan darah khususnya pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.)

    12.Candidid.
    (peradangan pada kulit tangan akibat jamur dari kaki, seperti dermatophytids.)

    13.Antibiotic candidiasis.
    (dapat terjadi karena kelebihan pemakaian atau pe-resep-an berbagai antibiotik)

Efek dari antibiotik adalah mengurangi flora bakteri yang umum terdapat dalam sistem gastrointestinal, sehingga menimbulkan lingkungan yang kondusif untuk perkembangbiakan Candida yang ada karena tidak adanya kompetisi utama. Situasi ini dapat tetap stabil sampai pasien berhenti mengkonsumsi antibiotik. efek antibiotik yang diharapkan terjadi pada satu wilayah tubuh, akan berefek negatif pada wilayah lain jika pemakaiannya berlebihan, contohnya di wilayah genital/kemaluan. Bakteri flora yang normal terdapat pada wilayah kemaluan dan tidak berbahaya bagi tubuh akan banyak yang terbunuh oleh antibiotik ini. Gejalanya, akan muncul kemerahan dan rasa gatal (jamur-an pada genital wanita dan rasa gatal pada genital pria) yang dapat berlangsung selama periode pemakaian antibiotik. Ruam dapat diobati atau dikontrol oleh obat antifungal yang cocok, tetapi infeksi kemungkinan baru dapat terhapus bila keseimbangan jumlah bakteri / fungal asli telah dikembalikan seperti semula (dengan berhenti menggunakan antibiotik).

Tanda dan gejala

Infeksi candidial yang dapat diobati dan mengakibatkan komplikasi minimal seperti kemerahan, gatal dan ketidaknyamanan, meskipun komplikasi bisa berat atau fatal jika tidak ditangani pada populasi tertentu. Pada orang imunokompeten, kandidiasis biasanya merupakan infeksi yang sangat lokal pada kulit atau membran mukosa, termasuk rongga mulut (sariawan), faring atau esofagus, saluran pencernaan, kandung kencing, atau alat kelamin (vagina, penis).

Candidiasis adalah penyebab yang sangat umum dari iritasi vagina, atau vaginitis, dan juga dapat terjadi pada alat kelamin pria. Pada pasien immunocompromised, infeksi Candida dapat mempengaruhi kerongkongan dengan potensi menjadi sistemik, menyebabkan kondisi yang jauh lebih serius, fungemia disebut candidemia.

Sariawan, saat ini sudah jamak terjadi pada bayi. Hal ini tidak dianggap abnormal pada bayi kecuali jika berlangsung lebih lama dari beberapa minggu. Anak-anak, sebagian besar berusia antara tiga dan sembilan tahun, dapat dipengaruhi oleh infeksi jamur mulut kronis, biasanya terlihat di sekitar mulut sebagai bercak putih. Namun, ini bukanlah kondisi umum.

Gejala kandidiasis dapat bervariasi tergantung pada daerah terpengaruh. Infeksi pada vagina atau vulva dapat menyebabkan gatal parah, terbakar, nyeri, iritasi, dan sebuah lapisan putih atau abu-abu tipis. Gejala-gejala ini juga hadir dalam vaginosis bakteri lebih umum. Dalam sebuah penelitian tahun 2002 diterbitkan dalam Journal of Obstetri dan Ginekologi, hanya 33 % wanita yang mandiri untuk mengobati infeksi jamur sebenarnya mengalami infeksi ragi, sementara sebagian besar telah baik vaginosis bakteri atau infeksi tipe campuran. Gejala infeksi pada alat kelamin pria termasuk luka merata merah di dekat kepala penis atau di kulup, gatal parah, atau sensasi terbakar. Kandidiasis pada penis juga dapat memiliki cairan putih, meskipun jarang.

Penyebab

Ragi Candida biasa hadir pada manusia, dan pertumbuhan mereka biasanya dibatasi oleh sistem kekebalan tubuh manusia dan oleh mikroorganisme lain, seperti bakteri yang menempati lokasi yang sama (niche) dalam tubuh manusia.

Sebuah sistem kekebalan tubuh yang lemah atau belum berkembang atau penyakit metabolik seperti diabetes merupakan faktor predisposisi kandidiasis signifikan. Penyakit atau kondisi terkait dengan kandidiasis termasuk HIV / AIDS, mononukleosis, pengobatan kanker, steroid, stres, dan kekurangan gizi. Hampir 15% dari orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah mengembangkan penyakit sistemik yang disebabkan oleh spesies Candida. Dalam kasus ekstrim, infeksi superfisial pada kulit atau selaput lendir dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi sistemik Candida.

Dalam kandidiasis penis, penyebab termasuk hubungan seksual dengan kekebalan individu yang terinfeksi, rendah, antibiotik, dan diabetes. Infeksi jamur kelamin laki-laki kurang umum, dan kejadian infeksi hanya sebagian kecil jika dibandingkan yang terjadi pada wanita, namun tidak jarang, infeksi jamur pada penis dari kontak langsung melalui hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi.

Diagnosis

Diagnosis infeksi jamur dilakukan baik melalui pemeriksaan mikroskopis atau kultur.

Untuk identifikasi dengan mikroskop cahaya, Scraping atau swab dari daerah yang terkena ditempatkan pada slide mikroskop. Setetes larutan kalium hidroksida 10% (KOH) kemudian ditambahkan ke spesimen. Larutan KOH melarutkan sel-sel kulit tetapi meninggalkan sel Candida utuh, yang memungkinkan visualisasi dari sel ragi tunas pseudohifa dan khas dari banyak metode species.For Candida pada kultur, sebuah steril swab yang dioleskan pada permukaan kulit yang terinfeksi. Swab tersebut kemudian melesat pada media kultur. Kultur diinkubasi pada suhu 37 ° C selama beberapa hari, untuk memungkinkan pengembangan ragi atau koloni bakteri. Karakteristik (seperti morfologi dan warna) dari koloni memungkinkan diagnosis awal dari organisme yang menyebabkan gejala penyakit.

Perawatan

Pengaturan klinis, kandidiasis biasanya diobati dengan antimikotik-obat antijamur yang umum digunakan untuk mengobati kandidiasis adalah clotrimazole topikal, nistatin topikal, flukonazol, dan ketoconazole. Untuk topikal, dosis satu kali flukonazol (150 mg tablet diminum) telah dilaporkan sebagai 90% efektif dalam mengobati infeksi jamur vagina. Dosis ini hanya efektif untuk infeksi jamur vagina, dan jenis-jenis infeksi jamur mungkin memerlukan dosis yang berbeda. Pada infeksi berat amfoterisin B, caspofungin, atau vorikonazol dapat digunakan. Pengobatan lokal mungkin termasuk supositoria vagina atau douche obat. Gentian violet dapat digunakan untuk menyusui sariawan, tetapi bila digunakan dalam jumlah besar dapat menyebabkan ulserasi mulut dan tenggorokan pada bayi menyusui, dan telah dikaitkan dengan kanker mulut pada manusia dan kanker pada saluran pencernaan hewan lain.

Chlorhexidine glukonat lisan bilas tidak dianjurkan untuk mengobati kandidiasis tetapi efektif sebagai profilaksis; klorin dioksida bilas ditemukan memiliki serupa dalam efektivitas in vitro terhadap candida.
C. albicans dapat mengembangkan resistensi terhadap obat antimycotic. Infeksi berulang mungkin diobati dengan lain obat anti-jamur, tapi resistensi terhadap agen-agen alternatif juga bisa terjadi.

Sejarah

The genus Candida dan spesies C. albicans yang dijelaskan oleh ahli botani Christine Marie Berkhout dalam tesis doktornya di Universitas Utrecht pada tahun 1923. Selama bertahun-tahun, klasifikasi genera dan spesies telah berevolusi. Nama usang untuk genus ini termasuk Mycotorula dan Torulopsis. Spesies ini juga telah dikenal di masa lalu sebagai Monilia albicans dan Oidium albicans. Klasifikasi saat ini nomen conservandum, yang berarti nama berwenang untuk digunakan oleh International Botanical Congress (IBC) ini genus Candida mencakup sekitar 150 spesies yang berbeda;. Namun, hanya sedikit yang diketahui menyebabkan infeksi manusia.
C. albicans adalah spesies patogen yang paling signifikan. Lainnya Candida spesies patogen pada manusia termasuk C. tropicalis, C. glabrata, C. krusei, C. parapsilosis, dubliniensis C, dan C. lusitaniae.

Masyarakat dan Budaya

Beberapa pendukung pengobatan alternatif postulat tersebar luas, kandidiasis sistemik (atau kandida hipersensitivitas sindrom, alergi ragi, atau gastrointestinal candida pertumbuhan berlebih), kondisi medis tidak diakui. Pendapat ini yang paling banyak dipromosikan dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Dr William Crook bahwa hipotesis bahwa berbagai gejala umum seperti kelelahan, PMS, disfungsi seksual, asma, psoriasis, pencernaan dan masalah kencing, multiple sclerosis, dan nyeri otot bisa disebabkan oleh infeksi subklinis Candida albicans. Crook mengusulkan berbagai solusi untuk mengobati gejala ini, termasuk modifikasi diet, antijamur resep, dan irigasi kolon. Dengan pengecualian dari studi beberapa makanan di bagian infeksi saluran kemih, obat konvensional tidak menggunakan sebagian besar dari alternatif ini.

Kutil Kelamin (kondiloma acuminata)

Kasus kutil kelamin di area vagina

Kasus kutil kelamin di area vagina

Kasus kutil kelamin di area penis

Kasus kutil kelamin di area penis

Kasus kutil kelamin di area sekitar anus

Kasus kutil kelamin di area sekitar anus

Kutil kelamin (kondiloma acuminata atau, kutil kelamin, kutil dubur dan kutil dubur kelamin) adalah penyakit menular seksual yang sangat menular yang disebabkan oleh beberapa sub-jenis human papillomavirus (HPV). Secara medis, penyakit ini tidak begitu berbahaya bagi pasien dibanding penyakit lain yang tergolong IMS. Penyakit ini ‘hanya’ membuat daerah yang terinfeksi tidak tampak indah dipandang. Virus ini menyebar melalui kontak langsung kulit ke kulit saat melakukan hubungan seks dengan metode oral, hubungan seks normal, atau anal seks/dubur dengan pasangan yang terinfeksi. Ciri khas dari penyakit ini adalah munculnya kutil dalam jumlah banyak dan lebih besar dari kutil umumnya, menyerupai bunga kol, merah, lebih persis seperti jengger ayam jago. Kutil adalah gejala yang paling mudah dikenali dari infeksi HPV genital, di mana tipe 6 dan 11 bertanggung jawab untuk 90% kasus kutil kelamin (genital warts). Sementara dari mereka yang terinfeksi HPV genital diperkirakan bahwa hanya “sebagian kecil” (antara 1% dan 5%) mengembangkannya menjadi kutil kelamin, mereka yang terinfeksi masih dapat menularkan virus. Jenis HPV lain juga menyebabkan kanker serviks dan kanker (paling banyak) dubur, akan tetapi penting untuk menggarisbawahi bahwa jenis HPV yang menyebabkan mayoritas kutil kelamin tidak sama dengan yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kanker alat kelamin atau dubur . HPV prevalensi pada satu waktu telah diamati dalam beberapa penelitian di 27% dari semua orang yang aktif secara seksual, meningkat menjadi 45% antara usia 14 dan 19.

Tanda-tanda dan atau symptoms

Kutil kelamin (Genital warts) sering terjadi dalam kelompok dan bisa sangat kecil atau dapat menyebar ke massa besar di daerah kelamin atau penis. Dalam kasus lain mereka terlihat seperti batang kecil. Pada wanita terjadi di bagian luar dan bagian dalam vagina, pada pembukaan (leher rahim) ke rahim (uterus) atau sekitar (atau dalam) anus. Mereka adalah sekitar lazim pada pria tapi gejala mungkin kurang jelas. Saat ini, mereka biasanya terlihat di ujung penis. Mereka juga dapat ditemukan pada bagian batang penis, pada skrotum, atau sekitar (atau dalam) anus. Jarang, genital warts juga dapat berkembang di mulut atau tenggorokan dari orang yang telah melakukan hubungan seks oral dengan orang yang terinfeksi.

Partikel virus dapat menembus kulit dan permukaan mukosa melalui lecet atau luka terbuka mikroskopis di area genital, yang terjadi selama aktivitas seksual. Setelah sel diserang oleh HPV, latency (tenang) periode bulan untuk tahun (dekade) dapat terjadi. HPV dapat bertahan beberapa tahun tanpa gejala. Berhubungan seks dengan pasangan yang infeksi HPV laten dan menunjukkan tidak ada gejala luar masih menyisakan satu rentan menjadi terinfeksi. Jika seseorang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan yang terinfeksi, ada kemungkinan 70% bahwa ia juga akan menjadi terinfeksi. Sistem kekebalan tubuh akhirnya membersihkan virus melalui interleukin, yang merekrut interferon, yang replikasi virus lambat.

Diagnosis

Kutil kelamin, histopatologi, khas naik di atas permukaan kulit akibat pembesaran papila dermis, memiliki parakeratosis dan perubahan nuklir karakteristik khas dari infeksi HPV (pembesaran nuklir dengan perinuklear kliring)

Pengobatan

**Hanya untuk pengetahuan. Bukan sebagai resep. Konsultasi ke dokter adalah langkah yang bijak..!!!!

HPV VaccineGardasil (dijual oleh Merck & Co ) adalah vaksin yang melindungi terhadap jenis human papillomavirus tipe 16 18, 6, dan 11. Sementara 16 dan 18 menyebabkan kanker serviks. Vaksin ini pencegahan, bukan terapi, dan harus diberikan sebelum paparan jenis virus menjadi efektif, idealnya sebelum awal aktivitas seksual. Vaksin ini secara luas disetujui untuk digunakan oleh perempuan muda, sedang diuji untuk pria muda, dan telah disetujui untuk pria di beberapa daerah, seperti Inggris, AS dan Kanada.

Ada obat untuk HPV, tetapi ada metode untuk mengobati kutil yang terlihat, yang dapat mengurangi infektivitas, meskipun tidak ada uji mempelajari efektivitas menghilangkan kutil terlihat dalam mengurangi transmisi. Kutil kelamin dapat menghilang tanpa pengobatan, tetapi kadang-kadang akhirnya mengembangkan pertumbuhan, berdaging kecil. Tidak ada cara untuk memprediksi apakah mereka akan tumbuh atau menghilang. Kutil kadang-kadang bisa diidentifikasi karena mereka muncul sebagai putih ketika asam asetat diterapkan, tetapi metode ini tidak dianjurkan pada vulva karena microtrauma dan peradangan juga dapat muncul sebagai acetowhite. Pembesar kacamata atau colposcope juga dapat digunakan untuk membantu dalam mengidentifikasi kutil kecil.

Tergantung pada ukuran dan lokasi kutil (dan juga faktor lain), dokter akan menawarkan salah satu dari beberapa cara untuk mengobati mereka. Podofilox adalah pengobatan lini pertama karena biaya yang rendah. Hampir semua perawatan berpotensi menyebabkan depigmentasi atau scarring.
A 0,15% – 0,5% podophyllotoxin (juga disebut podofiloks) solusi dalam gel atau krim. Dipasarkan sebagai Condylox (0,5%), Wartec (0,15%) dan Warticon (0,15%), dapat diterapkan oleh pasien ke daerah yang terkena dan tidak dibersihkan. Ini adalah murni dan bahan aktif standar dari podoflin (lihat di bawah). Podofilox lebih aman dan lebih efektif daripada podoflin. Kulit erosi dan rasa sakit lebih sering dilaporkan daripada dengan Imiquimod dan sinecatechins. Penggunaannya bersiklus (2 kali per hari selama 3 hari kemudian 4-7 hari libur).

Imiquimod (Aldara) adalah krim topikal respon kekebalan tubuh, diterapkan pada daerah yang terkena. Hal ini menyebabkan iritasi lokal kurang dari podofiloks tetapi dapat menyebabkan infeksi jamur (11% dalam memasukkan paket) dan gejala seperti flu (kurang dari 5% diungkapkan dalam memasukkan paket). Sinecatechins (dipasarkan sebagai Veregen dan Polyphenon E) adalah salep dari catechin ( 55% epigallocatechin gallate) diekstraksi dari teh hijau dan komponen lainnya. Modus tindakan adalah belum ditentukan. Tampaknya memiliki tingkat pembersihan lebih tinggi dari podophyllotoxin dan Imiquimod dan menyebabkan iritasi kurang lokal, tetapi izin memakan waktu lebih lama daripada dengan Imiquimod.

Cryosurgery nitrogen cair aman untuk kehamilan. Ini membunuh kutil 71-79%, tetapi kekambuhan adalah 38% sampai 73%, 6 bulan setelah pengobatan.

Trichloroacetic (TCA) kurang efektif daripada cryosurgery, dan tidak direkomendasikan untuk digunakan di dalam vagina, leher rahim, atau eksisi meatus.

Surgical kemih adalah yang terbaik bagi kutil besar, dan memiliki risiko lebih besar scarring.

Laser ablasi, sering digunakan sebagai pilihan terakhir dan sangat expensive.

A 20% podoflin anti mitosis solusi, diterapkan pada daerah yang terkena dan kemudian dibersihkan. Namun, ini ekstrak herbal mentah tidak dianjurkan untuk digunakan pada vagina, uretra, daerah perianal, atau leher rahim, dan harus diterapkan oleh dokter. Reaksi efek yang dilaporkan meliputi mual, muntah, demam, kebingungan, koma, gagal ginjal, ileus, dan leukopenia; kematian telah dilaporkan dengan aplikasi topikal yang luas, atau aplikasi pada selaput lendir.

Interferon dapat digunakan, efektif, tetapi juga mahal dan efeknya adalah inconsistent.

Electrocauterization dapat digunakan, itu merupakan prosedur yang lebih tua tapi waktu pemulihan umumnya lebih panjang. Pada kasus yang berat dari kutil kelamin, pengobatan mungkin memerlukan anestesi umum atau spinal. Ini adalah prosedur bedah. Lebih efektif daripada cryosurgery dan kekambuhan.

Isotretinoin jauh lebih rendah adalah terapi yang jarang digunakan karena efek samping yang parah.

A 5% 5-fluorouracil (5-FU) krim digunakan, tetapi tidak lagi dianggap pengobatan yang diterima karena sisi-effects.Podophyllin dan podofiloks tidak boleh digunakan selama kehamilan, karena mereka diserap oleh kulit dan bisa menyebabkan kelahiran cacat pada infeksi HPV fetus.

EpidemiologyGenital memiliki prevalensi diperkirakan di AS 10-20% dan manifestasi klinis dalam 1% dari populasi orang dewasa aktif secara seksual. Kejadian infeksi HPV AS telah meningkat antara 1975 dan 2006. Sekitar 80% dari mereka yang terinfeksi adalah antara usia 17-33. Meskipun pengobatan dapat menghilangkan kutil, mereka tidak menghilangkan HPV, sehingga kutil dapat kambuh setelah pengobatan (sekitar 50-73% dari waktu). Kutil juga bisa spontan mundur (dengan atau tanpa pengobatan). Teori tradisional mendalilkan bahwa virus tetap dalam tubuh untuk seumur hidup. Namun, penelitian baru menggunakan teknik DNA sensitif telah menunjukkan bahwa melalui respon kekebalan virus dapat dibersihkan atau ditekan ke tingkat bawah. Satu studi pengujian kulit kelamin untuk HPV subklinis menggunakan PCR menemukan prevalensi sebesar 10%.

Data source:
wikipedia

Klamidia (Chlamydia)

Penyakit Klamidia (Chlamydia) termasuk dalam golongan infeksi menular seksual (IMS) pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Istilah infeksi Chlamydia dapat juga merujuk kepada infeksi yang disebabkan oleh setiap jenis bakteri dari keluarga Chlamydiaceae.C.Trachomatis hanya ditemukan pada manusia. Dapat merusak alat reproduksi manusia dan penyakit mata. Penyakit ini adalah merupakan salah satu IMS yang paling umum di seluruh dunia – yang diperkirakan sekitar 2,3 juta orang di Amerika Serikat yang terinfeksi Klamidia.C.Trachomatis dapat ditemukan tinggal di dalam sel manusia. Chlamydia dapat ditularkan melalui hubungan seksual secara vaginal, anal, atau oral, dan dan dapat mengakibatkan bayi tertular dari ibunya selama masa persalinan. Antara setengah dan tiga perempat dari semua wanita yang mengidap Chlamydia pada leher rahim (cervicitis) tidak memiliki gejala dan tidak tahu bahwa mereka terinfeksi. Pada pria, infeksi terjadi pada saluran kencing (urethritis) gejalanya : keluarnya cairan putih dari penis dengan atau tanpa rasa sakit pada saluran kencing (dysuria) dan menyebabkan peradangan pada daerah pernyimpanan dan kantung sperma (epididymitis). Gejala yang kadang muncul pada wanita yaitu rasa panas seperti terbakar pada pinggul. Jika tanpa perawatan yang memadai, Klamidia dapat menyebabkan infeksi serius reproduksi dan masalah-masalah kesehatan lainnya dengan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Chlamydia mudah diobati dengan antibiotik. Pada wanita, Chlamydia dapat menyebabkan Penyakit Radang Panggul (PRP) yang berakibat wanita tersebut menjadi mandul (tidak dapat mempunyai anak).

Manifestasi klinis dari saluran kencing (uretritis) kadang sulit dibedakan dengan Gonore dan termasuk adanya discharge mukopurulen dalam jumlah sedikit atau sedang, gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air kecil. Infeksi tanpa gejala bisa ditemukan pada 1 – 25 % pria dengan aktivitas seksual aktif. Komplikasi dan gejala sisa mungkin terjadi dari infeksi uretra pada pria berupa epididimitis, infertilitas dan sindroma Reiter. Pada pria homoseksual, hubungan seks anorektal bisa menyebabkan proktitis Chlamydia.

Gejala-gejala klamidia:

1.  Penyakit kelamin.
Infeksi klamidia pada leher rahim (cervicitis) adalah penyakit menular seksual yang asimtomatik (tidak bergejala) pada sekitar 50-70% wanita yang terinfeksi dengan penyakit ini. Infeksi dapat ditularkan melalui vagina, anal, ataupun oral. Mereka yang mengalami asimtomatik ini kira-kira setengahnya akan mengembangkan Penyakit Radang Panggul (PRP), istilah umum untuk infeksi rahim, saluran tuba, dan / atau ovarium. PRP dapat menyebabkan munculnya jaringan parut di dalam organ-organ reproduksi, yang kemudian dapat menimbulkan komplikasi serius, termasuk nyeri panggul kronis, kesulitan menjadi hamil, ektopik (tuba) kehamilan, dan komplikasi pada kehamilan  lainnya yang berbahaya. Chlamydia menyebabkan 250.000 sampai 500.000 kasus PID setiap tahun di Amerika Serikat. Wanita yang terinfeksi dengan Chlamydia adalah > 5x lebih mungkin terinfeksi HIV, jika terkena.

Chlamydia dikenal sebagai “Silent Epidemi” karena pada wanita, hal itu mungkin tidak menimbulkan gejala pada 75% kasus, dan dapat tidak terdeteksi selama berbulan-bulan atau tahunan sebelum terdiagnosa. Gejala yang mungkin terjadi termasuk: perdarahan yang tidak biasa atau cairan vagina, rasa sakit di perut, nyeri saat hubungan seksual (dispareunia), demam, nyeri buang air kecil dan dorongan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya.

Pada pria, Chlamydia menunjukkan gejala infeksi uretritis (radang uretra) di sekitar 50% dari kasus. Gejala yang mungkin terjadi meliputi: nyeri atau rasa panas ketika buang air kecil, kotoran yang tidak biasa dari penis, testikel bengkak atau lembut, dan demam. Cairan yang keluar/menetes atau purulent exudate, umumnya kurang kental dan lebih ringan dalam warna dibanding pada kasus Gonore. Jika tidak diobati, Chlamydia pada laki-laki mungkin akan menyebar ke testis menyebabkan epididimitis, yang dalam kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan kemandulan jika tidak dirawat secara intensif dalam jangka waktu 6 sampai 8 minggu. Chlamydia menyebabkan lebih dari 250.000 kasus epididimitis di Amerika Serikat setiap tahun. Chlamydia juga merupakan penyebab potensial prostatitis (peradangan pada kelenjar prostat) pada pria, meskipun relevansinya dalam hal ini masih sulit dipastikan karena ada kemungkinan kontaminasi dari uretritis.

2. Penyakit Mata
Konjungtivitis klamidia atau trakoma pernah menjadi penyebab paling penting kebutaan di seluruh dunia, tetapi perannya berkurang dari 15% dari kasus kebutaan oleh trakoma pada tahun 1995 menjadi 3,6% pada tahun 2002.  Infeksi dapat menyebar dari mata ke mata oleh jari, berbagi handuk atau kain, batuk dan bersin. Bayi yang baru lahir dapat juga mengembangkan infeksi mata Chlamydia  melalui persalinan.

3. Kondisi Rheumatological
Klamidia juga dapat menyebabkan artritis reaktif – tiga serangkai artritis, konjungtivitis dan uretritis (radang uretra) – terutama pada anak laki-laki. Sekitar 15.000 orang mengembangkan artritis reaktif karena infeksi Chlamydia setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 5.000 secara permanen terpengaruh olehnya. Ini dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, walaupun lebih sering terjadi pada pria.

4. Infeksi Perinatal
Sebanyak separuh dari semua bayi yang lahir dari ibu dengan Chlamydia akan lahir dengan penyakit ini. Chlamydia dapat mempengaruhi bayi dengan menyebabkan aborsi spontan, kelahiran prematur, konjungtivitis yang dapat menyebabkan kebutaan, dan pneumonia (radang paru-paru). Konjungtivitis karena Chlamydia biasanya terjadi satu minggu setelah kelahiran (bandingkan dengan menyebabkan kimia yang dalam hitungan jam atau gonore (2 sampai 5 hari).

5. Kondisi lain
Chlamydia trachomatis juga merupakan penyebab lymphogranuloma venereum, infeksi kelenjar getah bening dan limfatik. Biasanya ditunjukkan dengan ulserasi genital dan pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan, tapi mungkin juga muncul sebagai proktitis (radang anus), demam atau pembengkakan kelenjar getah bening di wilayah lain dari tubuh.

 
Diagnosis

Bagi wanita aktif seksual yang tidak hamil, screening dianjurkan pada mereka yang berusia di bawah 25 tahun dan wanita lainnya yang beresiko terinfeksi. Faktor risiko mencakup sejarah Chlamydia atau infeksi menular seksual lainnya, memiliki mitra seksual baru atau banyak mitra seksual, dan penggunaan kondom yang tidak konsisten. Para ahli masih belum menemukan kesepakatan universal apakah screening penting untuk laki-laki.

Diagnosis terhadap infeksi-infeksi Chlamydia genital berkembang pesat dari tahun 1990-an sampai 2006. Nucleic acid amplification tests (NAAT), seperti pada  polymerase chain reaction (PCR), transcription mediated amplification (TMA), dan DNA strand displacement amplification (SDA) sekarang menjadi tes-tes andalan. NAAT untuk klamidia dapat dilakukan dengan mengambil sampel spesimen yang dikumpulkan dari leher rahim (perempuan) atau uretra (laki-laki).

Pengobatan

Infeksi Chlamydia.C.Trachomatis dapat disembuhkan dengan antibiotik secara efektif setelah terdeteksi.  Centers for Disease Control (CDC – US) menyediakan pedoman untuk perawatan berikut:

* Azitromisin 1 gram oral sebagai dosis tunggal, atau
* Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama tujuh hingga empat belas hari.
* Tetrasiklin
* Eritromisin

***PERINGATAN !!!!
Tulisan di atas bukan resep.

Untuk lebih jelasnya, konsultasikan dengan dokter atau Tempat Pelayanan Kesehatan terdekat yang ada di wilayah anda